Gunung Kelud adalah sebuah
gunung api di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia, yang masih aktif. Gunung ini berada di perbatasan
antara Kabupaten Kediri ,
Kabupaten Blitar, dan Kabupaten
Malang, kira-kira 27 km sebelah
timur pusat Kota Kediri , serta
memiliki ketinggian 1.731 M dpl.
Meski Gunung Kelud disebut
sebagai gunung api terendah di
Tanah Air, bersama dengan Gunung
Merapi di Jawa Tengah, Gunung
Kelud merupakan gunung api
paling aktif di Indonesia.
Sejak tahun 1000 M, Gunung Kelud telah meletus lebih dari 30 kali letusan besar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index (VEI). Letusan besar terakhir Gunung Kelud terjadi pada 13 Februari 2014. Gunung api ini termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia.
Sejak tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.
Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah (hingga akhir tahun 2007) yang membuat lahar letusan sangat cair dan membahayakan penduduk sekitarnya. Akibat aktivitas tahun 2007 yang memunculkan kubah lava atau Anak Kelud, danau kawah nyaris sirna dan tersisa semacam kubangan air. Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu.
Puncak Kelud adalah yang tertinggi, berposisi agak di timur danau kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan. Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Setelah letusan pada tahun 1919 yang memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk, pada tahun 1926 dibuatlah sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar secara ekstensif dan masih berfungsi hingga kini. Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007, 2010, dan 2014. Perubahan frekuensi (siklus) ini terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.
Pada tanggal 13 Februari 2014 sekitar pukul 23.40 WIB setelah melewati fase kritis, akhirnya Gunung Kelud meletus dengan lontaran material vulkanik mencapai 17 km yang mengakibatkan hujan abu vulkanik di sejumlah daerah seperti, Kediri, Malang, Blitar, Surabaya, Madura, Sidoarjo, Mojokerto, Nganjuk, Jombang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan, Solo, Sragen, Boyolali, Wonogiri, Yogyakarta, Magelang, Purworejo, Temanggung, Ciamis, hingga Bandung. Letusan terjadi empat kali, letusan terbesar terjadi pada letusan keempat yang menimbulkan hujan batu (sebesar ibu jari kaki hingga kepalan tangan) menimpa kecamatan Ngancar, Kepung, Puncu, Wates, Pare (Kab.Kediri) kecamatan Ngantang (Kab. Malang) , dan kecamatan Pace (Kab. Nganjuk). Selain hujan batu, lahar panas juga tumpah. Dua jam pasca letusan dahsyat Gunung Kelud, menggelegar suara petir yang saling bersahutan terdengar di angkasa, sampai pada Jumat 14 Februari 2014 dini hari. Semula kilat dan petir hanya terlihat di atas kubah lava Gunung Kelud, namun kemudian meluas.
*** Di balik meletusnya Gunung Kelud, bagi masyarakat Jawa tradisional ada banyak Kisah Mistis (Mitos) yang terkait.
1. Kemarahan Lembu Sura Bagi masyarakat setempat, Gunung Kelud memang lekat dengan mitos kisah cinta antara Lembu Sura dan Dyah Ayu Pusparani. Ketika Gunung Kelud meletus, berarti Lembu Sura si manusia sakti mandraguna yang berkepala seperti kerbau, sedang marah karena merasa telah ditipu oleh putri impiannya bernama Dyah Ayu Pusparani seorang putri dari Kerajaan Daha.
Konon Raja Brawijaya yang sedang berkuasa di Kerajaan Daha memiliki putri yang cantik jelita bernama Dyah Ayu Pusparani dan membuka sayembara untuk mencari calon suami pilihan. Salah satu yang ikut dan berhasil menang adalah Lembu Sura, seorang manusia yang sakti mandraguna tapi berkepala seperti lembu (kerbau). Meski tidak tertarik dengan Lembu Sura, Dyah Ayu tidak kuasa untuk menolaknya. Karena dikwatirkan Lembu Sura yang sakti mandraguna itu tersinggung lalu marah dan akhirnya akan menimbulkan peperangan. Maka dicarilah akal, Dyah Ayu Pusparani bersedia menerima lamaran itu asalkan Lembu Sura mampu membuatkannya sebuah sumur raksasa dalam waktu semalam di puncak Gunung Kelud.
Lembu Sura pun menyanggupinya. Berkat kesaktian Lembu Sura, sumur raksasa pun hampir tercipta sebelum matahari terbit. Saat Lembu Sura sedang menggali di dasar sumur yang telah dalam, para prajurit Kerajaan Daha atas perintah Dyah Ayu Pusparani menimbun sumur itu dengan batu- batu besar dan tanah padas. Merasa telah dijebak, Lembu Sura dari dalam sumur mengucapkan sumpah (sesumbar) dengan lantang,
"Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping- kaping, yoiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, lan Tulungagung dadi kedung..!!!"
(Orang-orang Kediri suatu saat pasti akan mendapat balasanku yang berlipat- lipat. Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan menjadi daratan gersang / hamparan pasir dan Tulunggagung menjadi daerah aliran air yang dalam).
Oleh sebab itu, apabila Gunung Kelud meletus, wilayah Kediri yang merupakan reprentasi dari Kerajaan Daha akan selalu menjadi korban utama, sebagai wujud kemarahan Lembu Sura. Saat Gunung Kelud meletus kemarin beberapa masyarakat di sekitar letusan mengaku sempat melihat Wajah Lembu Sura yang seperti lembu (kerbau) yang terbentuk dari kumpulan kilat atau gumpalan abu vukanik di angkasa. Untuk meredam kemarahan Lembu Sura masyarakat setempat melakukan ritual adat yang diadakan setiap bulan suro di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.
Selain itu, ritual adat ini diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME dan juga bentuk rasa hormat pada penguasa Gunung Kelud. Ada beragam sesaji yang dibawa dalam ritual adat ini, mulai dari nasi, sayuran, lauk pauk, dan buah- buahan. Dalam ritual adat larung sesaji, masyarakat setempat biasanya membawa dua jenis tumpeng, yakni tumpeng nasi putih dan kuning. Tumpeng itu dilengkapi dengan aneka lauk-pauk, seperti telor, tahu, tempe, urap, parutan sambal kelapa dan masih banyak lagi. Menariknya, semua sesaji itu dihias dan ditata sedemikian rupa sehingga tampak cantik. Semua makanan yang dibawa oleh warga kemudian dikumpulkan di tengah. Mereka duduk mengelilinginya sembari mendengarkan pemangku adat membacakan doa. Setelah selesai didoakan, mereka akan berbondong-bondong memperebutkan sesaji berupa makanan tradisional, hasil bumi, sayur-sayuran dan buah-buahan.
Terlepas dari peristiwa meletusnya Gunung Kelud, Ritual Adat Larung Sesaji tidak ada salahnya untuk tetap dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur.
2. Wage Keramat Bagi warga Kediri terutama yang tinggal tak jauh dari lereng Gunung Kelud ada istilah yang disebut dengan Wage Keramat. Wage ini dianggap keramat karena senantiasa berkenaan dengan meletusnya Gunung Kelud. Letusan Gunung Kelud terjadi pada Kamis malam tanggal 13 Februari 2014 sekitar pukul 23.40 WIB yang bertepatan dengan hari Kamis Pon. Namun dalam hitungan Jawa letusan Gunung Kelud semalam masuk dalam hitungan hari Jumat Wage. Dalam hitungan Jawa, waktu setelah Magrib dianggap sudah berganti hari, dengan kata lain, letusan Gunung Kelud semalam masuk dalam hari Jumat pasaran Wage atau Jumat Wage. Wage adalah salah satu pasaran hari pada penanggalan Jawa (Pahing, Pon, Kliwon dan Legi). Sebagian orang percaya bahwa Gunung Kelud akan marah atau meletus di pasaran Wage tersebut. Hal ini tentu bukan tanpa argumen. Bagi masyarakat Jawa tradisional masih percaya ilmu titen (ingatan) selama ini selalu meletus di hari pasaran Wage. Tak heran sebagian warga terutama dari generasi tua selalu mengidentikkan letusan Gunung Kelud dengan pasaran Wage.
Ketika Gunung Kelud erupsi kemarin malam, warga pun mau tak mau kembali menoleh dengan kepercayaan titen tersebut. Benarkah Gunung Kelud punya hubungan khusus dengan pasaran Wage? Atau hanya kebetulan yang terus-menerus terjadi?
3. Tempat dikuburnya keris Mpu Gandring Gunung Kelud memiliki legenda yang panjang di negeri ini. Konon, Hayam Wuruk, Raja terbesar dari Kerajaan MAJAPAHIT - Trowulan menghancurkan aura jahat keris Mpu Gandring warisan Raja Wisnuwardhana dari Kerajaan TUMAPEL - Singasari , di kawah Gunung Kelud. Keris Mpu Gandring bersama aura jahatnya pun terkubur di kawah Gunung Kelud sampai sekarang, oleh karena itu meletusnya Gunung Kelud sedikit banyak akan selalu membawa korban jiwa. Keris Mpu Gandring sendiri terbuat dari bongkahan batu logam yang jatuh dari langit (sejenis meteorit). Bongkahan batu logam itu diduga memiliki aura yang sangat jahat dan haus darah. Terbukti nyawa Sang Empu alias yang membuat keris Mpu Gandring tewas oleh keris buatannya sendiri ini. Selain itu Mpu Gandring juga menewaskan Keboijo, Ken Arok dan Anusapati. Setelah membunuh Anusapati dengan keris Empu Gandring, Tohjaya naik tahta menjadi Raja di Kerajaan Tumapel - Singasari.
4. Pertanda lahirnya Pemimpin Besar di Nusantara Dalam buku Sejarah Raja-Raja Jawa dari Mataram Kuno hingga Mataram Islam karya Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, lahirlah sang Raja ke-4 Kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk, pada tahun 1334. Hayam Wuruk lahir bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud dan gempa bumi di Panbayu serta Sumpah Palapa dan Mahapatih Gajahmada. Di usianya yang ke-17 tahun, Hayam Wuruk akhirnya menjadi raja dan membuat Majapahit berkuasa sampai ke seluruh nusantara. Sementara itu Presiden RI pertama, Ir. Soekarno terlahir dua pekan setelah Kelud meletus pada 22-23 Mei 1901 silam. Soekarno yang nama aslinya Koesno Soesrodihardjo lahir pada 6 Juni 1901. Sehingga banyak yang menafsirkan letusan di 2014 ini adalah lahirnya calon pemimpin masa depan Indonesia.
5. Isyarat Berakhirnya Kekuasaan/ Pemerintahan Pada abad 13-15, berdasarkan makalah yang ditulis Akhmad Zaennudin dan Darwin Siergar (IAGI 2008), dijelaskan bahwa Kelud pernah meletus secara eksplosif dan sangat besar jauh lebih mengerikan pada tahun 2014 ini. Dampaknya bahkan membuat lingkungan menjadi porak poranda, tak terkecuali kerajaan Majapahit. Pusat pemerintahan Majapahit saat itu berada di Trowulan, kabupaten Mojokerto dengan jarak sekitar 40 kilometer sebelah utara Kelud. Jika letusan Kelud sebagai tanda lahirnya Raja terbesar Majapahit, Hayam Wuruk, maka letusan Kelud pula sebagi pertanda runtuhnya Majapahit. Di jaman sekarang letusan Gunung Kelud kali ini dapat ditafsirkan sebagai isyarat akan berakhirnya kekuasaan partai politik yang saat ini sedang berkuasa di Indonesia, mungkin akan kalah (tidak lagi menguasai pemerintahan) dalam pemilu yang akan digelar sebentar lagi.
Sejak tahun 1000 M, Gunung Kelud telah meletus lebih dari 30 kali letusan besar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index (VEI). Letusan besar terakhir Gunung Kelud terjadi pada 13 Februari 2014. Gunung api ini termasuk dalam tipe stratovulkan dengan karakteristik letusan eksplosif. Seperti banyak gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Kelud terbentuk akibat proses subduksi lempeng benua Indo-Australia terhadap lempeng Eurasia.
Sejak tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia.
Kekhasan gunung api ini adalah adanya danau kawah (hingga akhir tahun 2007) yang membuat lahar letusan sangat cair dan membahayakan penduduk sekitarnya. Akibat aktivitas tahun 2007 yang memunculkan kubah lava atau Anak Kelud, danau kawah nyaris sirna dan tersisa semacam kubangan air. Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak purba. Dinding di sisi barat daya runtuh terbuka sehingga kompleks kawah membuka ke arah itu.
Puncak Kelud adalah yang tertinggi, berposisi agak di timur danau kawah. Puncak-puncak lainnya adalah Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan. Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Setelah letusan pada tahun 1919 yang memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk, pada tahun 1926 dibuatlah sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar secara ekstensif dan masih berfungsi hingga kini. Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007, 2010, dan 2014. Perubahan frekuensi (siklus) ini terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.
Pada tanggal 13 Februari 2014 sekitar pukul 23.40 WIB setelah melewati fase kritis, akhirnya Gunung Kelud meletus dengan lontaran material vulkanik mencapai 17 km yang mengakibatkan hujan abu vulkanik di sejumlah daerah seperti, Kediri, Malang, Blitar, Surabaya, Madura, Sidoarjo, Mojokerto, Nganjuk, Jombang, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan, Solo, Sragen, Boyolali, Wonogiri, Yogyakarta, Magelang, Purworejo, Temanggung, Ciamis, hingga Bandung. Letusan terjadi empat kali, letusan terbesar terjadi pada letusan keempat yang menimbulkan hujan batu (sebesar ibu jari kaki hingga kepalan tangan) menimpa kecamatan Ngancar, Kepung, Puncu, Wates, Pare (Kab.Kediri) kecamatan Ngantang (Kab. Malang) , dan kecamatan Pace (Kab. Nganjuk). Selain hujan batu, lahar panas juga tumpah. Dua jam pasca letusan dahsyat Gunung Kelud, menggelegar suara petir yang saling bersahutan terdengar di angkasa, sampai pada Jumat 14 Februari 2014 dini hari. Semula kilat dan petir hanya terlihat di atas kubah lava Gunung Kelud, namun kemudian meluas.
*** Di balik meletusnya Gunung Kelud, bagi masyarakat Jawa tradisional ada banyak Kisah Mistis (Mitos) yang terkait.
1. Kemarahan Lembu Sura Bagi masyarakat setempat, Gunung Kelud memang lekat dengan mitos kisah cinta antara Lembu Sura dan Dyah Ayu Pusparani. Ketika Gunung Kelud meletus, berarti Lembu Sura si manusia sakti mandraguna yang berkepala seperti kerbau, sedang marah karena merasa telah ditipu oleh putri impiannya bernama Dyah Ayu Pusparani seorang putri dari Kerajaan Daha.
Konon Raja Brawijaya yang sedang berkuasa di Kerajaan Daha memiliki putri yang cantik jelita bernama Dyah Ayu Pusparani dan membuka sayembara untuk mencari calon suami pilihan. Salah satu yang ikut dan berhasil menang adalah Lembu Sura, seorang manusia yang sakti mandraguna tapi berkepala seperti lembu (kerbau). Meski tidak tertarik dengan Lembu Sura, Dyah Ayu tidak kuasa untuk menolaknya. Karena dikwatirkan Lembu Sura yang sakti mandraguna itu tersinggung lalu marah dan akhirnya akan menimbulkan peperangan. Maka dicarilah akal, Dyah Ayu Pusparani bersedia menerima lamaran itu asalkan Lembu Sura mampu membuatkannya sebuah sumur raksasa dalam waktu semalam di puncak Gunung Kelud.
Lembu Sura pun menyanggupinya. Berkat kesaktian Lembu Sura, sumur raksasa pun hampir tercipta sebelum matahari terbit. Saat Lembu Sura sedang menggali di dasar sumur yang telah dalam, para prajurit Kerajaan Daha atas perintah Dyah Ayu Pusparani menimbun sumur itu dengan batu- batu besar dan tanah padas. Merasa telah dijebak, Lembu Sura dari dalam sumur mengucapkan sumpah (sesumbar) dengan lantang,
"Yoh, Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping- kaping, yoiku Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, lan Tulungagung dadi kedung..!!!"
(Orang-orang Kediri suatu saat pasti akan mendapat balasanku yang berlipat- lipat. Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan menjadi daratan gersang / hamparan pasir dan Tulunggagung menjadi daerah aliran air yang dalam).
Oleh sebab itu, apabila Gunung Kelud meletus, wilayah Kediri yang merupakan reprentasi dari Kerajaan Daha akan selalu menjadi korban utama, sebagai wujud kemarahan Lembu Sura. Saat Gunung Kelud meletus kemarin beberapa masyarakat di sekitar letusan mengaku sempat melihat Wajah Lembu Sura yang seperti lembu (kerbau) yang terbentuk dari kumpulan kilat atau gumpalan abu vukanik di angkasa. Untuk meredam kemarahan Lembu Sura masyarakat setempat melakukan ritual adat yang diadakan setiap bulan suro di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.
Selain itu, ritual adat ini diselenggarakan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME dan juga bentuk rasa hormat pada penguasa Gunung Kelud. Ada beragam sesaji yang dibawa dalam ritual adat ini, mulai dari nasi, sayuran, lauk pauk, dan buah- buahan. Dalam ritual adat larung sesaji, masyarakat setempat biasanya membawa dua jenis tumpeng, yakni tumpeng nasi putih dan kuning. Tumpeng itu dilengkapi dengan aneka lauk-pauk, seperti telor, tahu, tempe, urap, parutan sambal kelapa dan masih banyak lagi. Menariknya, semua sesaji itu dihias dan ditata sedemikian rupa sehingga tampak cantik. Semua makanan yang dibawa oleh warga kemudian dikumpulkan di tengah. Mereka duduk mengelilinginya sembari mendengarkan pemangku adat membacakan doa. Setelah selesai didoakan, mereka akan berbondong-bondong memperebutkan sesaji berupa makanan tradisional, hasil bumi, sayur-sayuran dan buah-buahan.
Terlepas dari peristiwa meletusnya Gunung Kelud, Ritual Adat Larung Sesaji tidak ada salahnya untuk tetap dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur.
2. Wage Keramat Bagi warga Kediri terutama yang tinggal tak jauh dari lereng Gunung Kelud ada istilah yang disebut dengan Wage Keramat. Wage ini dianggap keramat karena senantiasa berkenaan dengan meletusnya Gunung Kelud. Letusan Gunung Kelud terjadi pada Kamis malam tanggal 13 Februari 2014 sekitar pukul 23.40 WIB yang bertepatan dengan hari Kamis Pon. Namun dalam hitungan Jawa letusan Gunung Kelud semalam masuk dalam hitungan hari Jumat Wage. Dalam hitungan Jawa, waktu setelah Magrib dianggap sudah berganti hari, dengan kata lain, letusan Gunung Kelud semalam masuk dalam hari Jumat pasaran Wage atau Jumat Wage. Wage adalah salah satu pasaran hari pada penanggalan Jawa (Pahing, Pon, Kliwon dan Legi). Sebagian orang percaya bahwa Gunung Kelud akan marah atau meletus di pasaran Wage tersebut. Hal ini tentu bukan tanpa argumen. Bagi masyarakat Jawa tradisional masih percaya ilmu titen (ingatan) selama ini selalu meletus di hari pasaran Wage. Tak heran sebagian warga terutama dari generasi tua selalu mengidentikkan letusan Gunung Kelud dengan pasaran Wage.
Ketika Gunung Kelud erupsi kemarin malam, warga pun mau tak mau kembali menoleh dengan kepercayaan titen tersebut. Benarkah Gunung Kelud punya hubungan khusus dengan pasaran Wage? Atau hanya kebetulan yang terus-menerus terjadi?
3. Tempat dikuburnya keris Mpu Gandring Gunung Kelud memiliki legenda yang panjang di negeri ini. Konon, Hayam Wuruk, Raja terbesar dari Kerajaan MAJAPAHIT - Trowulan menghancurkan aura jahat keris Mpu Gandring warisan Raja Wisnuwardhana dari Kerajaan TUMAPEL - Singasari , di kawah Gunung Kelud. Keris Mpu Gandring bersama aura jahatnya pun terkubur di kawah Gunung Kelud sampai sekarang, oleh karena itu meletusnya Gunung Kelud sedikit banyak akan selalu membawa korban jiwa. Keris Mpu Gandring sendiri terbuat dari bongkahan batu logam yang jatuh dari langit (sejenis meteorit). Bongkahan batu logam itu diduga memiliki aura yang sangat jahat dan haus darah. Terbukti nyawa Sang Empu alias yang membuat keris Mpu Gandring tewas oleh keris buatannya sendiri ini. Selain itu Mpu Gandring juga menewaskan Keboijo, Ken Arok dan Anusapati. Setelah membunuh Anusapati dengan keris Empu Gandring, Tohjaya naik tahta menjadi Raja di Kerajaan Tumapel - Singasari.
4. Pertanda lahirnya Pemimpin Besar di Nusantara Dalam buku Sejarah Raja-Raja Jawa dari Mataram Kuno hingga Mataram Islam karya Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, lahirlah sang Raja ke-4 Kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk, pada tahun 1334. Hayam Wuruk lahir bersamaan dengan meletusnya Gunung Kelud dan gempa bumi di Panbayu serta Sumpah Palapa dan Mahapatih Gajahmada. Di usianya yang ke-17 tahun, Hayam Wuruk akhirnya menjadi raja dan membuat Majapahit berkuasa sampai ke seluruh nusantara. Sementara itu Presiden RI pertama, Ir. Soekarno terlahir dua pekan setelah Kelud meletus pada 22-23 Mei 1901 silam. Soekarno yang nama aslinya Koesno Soesrodihardjo lahir pada 6 Juni 1901. Sehingga banyak yang menafsirkan letusan di 2014 ini adalah lahirnya calon pemimpin masa depan Indonesia.
5. Isyarat Berakhirnya Kekuasaan/ Pemerintahan Pada abad 13-15, berdasarkan makalah yang ditulis Akhmad Zaennudin dan Darwin Siergar (IAGI 2008), dijelaskan bahwa Kelud pernah meletus secara eksplosif dan sangat besar jauh lebih mengerikan pada tahun 2014 ini. Dampaknya bahkan membuat lingkungan menjadi porak poranda, tak terkecuali kerajaan Majapahit. Pusat pemerintahan Majapahit saat itu berada di Trowulan, kabupaten Mojokerto dengan jarak sekitar 40 kilometer sebelah utara Kelud. Jika letusan Kelud sebagai tanda lahirnya Raja terbesar Majapahit, Hayam Wuruk, maka letusan Kelud pula sebagi pertanda runtuhnya Majapahit. Di jaman sekarang letusan Gunung Kelud kali ini dapat ditafsirkan sebagai isyarat akan berakhirnya kekuasaan partai politik yang saat ini sedang berkuasa di Indonesia, mungkin akan kalah (tidak lagi menguasai pemerintahan) dalam pemilu yang akan digelar sebentar lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar